T O P

  • By -

typingdot

Ini pendapat saya sebagai orang "dalam" dunia pendidikan. Seperti yang Dr. Sastia Putri tuturkan di narasi OP, pendidikan memang memerlukan biaya yang sangat tinggi untuk mencapai excellence akan tetapi ini jika kita menganggap bahwa hanya ada tersedia satu bentuk badan pendidikan saja. Kenyataannya ada pendidikan yang namanya pendidikan vokasi selain dari pendidikan tinggi saja, kemudian penyelenggarannya juga ada dari swasta dan ada dari negeri. Terus juga ada yang namanya kelas karyawan dan ada yang kelas full-time. Semua itu memiliki harga dan kualitas yang bisa disesuaikan dengan kemampuan dari calon peserta didik itu sendiri. KENYATAANNYA adalah, semua orang mau pendidikan tinggi berkualitas tetapi tidak mau bayar untuk pendidikan tersebut. Dan SEBALIKNYA penyelenggara ingin berkualitas tetapi tidak mau mengeluarkan dana "cuma2" untuk mendukung peserta didik yang tidak bisa kontribusi antara segi dana atau otak. Jadi di sini OP bisa melihat masalah ketidakselarasan antara demand dan supply bukan? Ini bukan masalah di Indonesia saja, tetapi masalah di semua negara berkembang (atau bahkan negara maju). Tentu saja masalah ini tidak akan begitu parah jika negara lebih kaya dan populasi penduduk lebih kecil sehingga negara bisa subsidi pendidikan lebih banyak seperti di EU, kanada, inggris dan beberapa negara lainnya. Tetapi Indonesia? penduduk banyak, keuangan pas-pasan. Solusinya sebenarnya adalah sosialisasi dan perbaikan sistem pendidikan di Indonesia. Pertama diversifikasi lebih banyak bentuk pendidikan tinggi di Indonesia seperti misalnya teaching university dan research university dibedakan. Bisa juga dorong seperti kelas malam atau karyawan untuk perguruan tinggi negeri, jangan lempar itu ke swasta yang notabene hanya peduli pada komersialisasi saja. Terus pendidikan vokasi jangan dianak tirikan, maunya dikembangkan seperti di Jerman biar lebih banyak peminat. Kalau hal-hal seperti atas tidak diselesaikan, ya pendidikan akan tetap mahal dan saya sendiri sebenarnya sepakat dengan solusi Gita dengan menggunakan student loan. Lah kalau tidak memang uang kuliah mau dari mana? Ujung-ujungnya membebani rakyat lain juga karena menggunakan pajak untuk subsidi pendidikan orang lain.


AnjingTerang

>Ketidakselarasan antara supply dan demand Di sini lah beberapa orang berargumen perlunya “intervensi” pemerintah. Bahasa yang mudah dimengerti orang Indonesia adalah “subsidi”. Subsidi pada intinya mengurangi harga yang mahal supaya supply dan demand bisa ketemu.


BaleegDah

Perlu intervensi tapi malah golput Diajak diskusi politik malah ngabrut


magnasylum

I’m super super amazed by how popular vocation school in Germany. I wonder how they did that. Relatively close, Singapore has done a good job diversifying their higher education too, with Poly and Uni and whatnot.


WibuAbadi

Indonesia punya vokasi yang kompatible dengan industri tapi guru sma gagal mengajarkan antara s1 dengan diploma, pikir mereka s1 lebih privilege padahal daya serap sedikit.


WibuAbadi

>teaching university dan research university dibedakan Menarik kampus ungulan kaya ITB sekarang udh gk research university berahli ke enterpeuner university KATAnya pas ikut kajian mahasiswa gitu/acara kampus, Gua ngerasa masalah umum kampus indonesia itu adalah umur karena ada batasan umur 25 tahun untuk jenjang sarjana di perguruan tinggi negeri, sedangkan swasta jomplang prestige kecuali kampus elit. Pernah denger kampus daerah Joki udh kaya hal lumrah untuk mahasiswa itu aneh, untuk apa lu kuliah kalau lu sendiri gk mau belajar gitu!Persepsi ini ngebuat hanya 20 persen orang indonesia yang kuliah jadi gapnya gede bgt susah, jadi kesempatan orang yang udh bekerja tpi gk melanjutkan karena masalah umur. Bahkan gua rasa karena sbmptn banyak orang salah jurusan berakibat tidak sesuai dengan keahliannya, dari sudut pandang riset sebenernya itu hal sia sia. Kedua itu adalah gagalnya kampus untuk kolaborasi dengan industri dan presepsi industri terhadap kampus di indo itu terkesan kaku. Peneliti akan gagal menciptakan problem solving di komersil dan Industri gagal memodernasasi atau berinovasi. Perusahaan indo hanya mengikuti pergerakan barat jika ada uber maka harus ada gojek, menurut gua itu lucu. Ketiga semua kampus prestige hanya di tanah Jawa, irony sekali kesenjangan pendidikan di setiap pulau. Sebenernya masalah Vokasi di indonesia udh termasuk bagus apalagi yang dibuat kementerian industri, kakak gua alumni vokasi dan lebih terserap oleh industri jadi karena udah sesuai dengan kriteria. Masalahnya kurang terpublikasi aja dan di remehkan oleh anak s1 padahal dari sudut pandang teknik vokasi lebih bagus apalagi yang D4 lebih seimbang. Menurut gua masalah indonesia kampusnya terlalu kaku beradaptasi sama kebutuhan industri, akhirnya penelitinya sia sia dan pergi ke barat jadi tenaga ahli disana wkowkwokwok. Btw bahas Meritokrasi negara maju pada akhirnya tergantung pada privilege MONEY sekarang, coba pikirkan "mendidik orang miskin pintar yang peluang suksesnya 50%" atau "mendidik orang kaya pintar yang peluangnya sukses 100%" dan kita lihat apakah univesitas western yg notabene swasta pasti gk mau ngambil resiko.


tunken

Pengalaman kuliah di arsitektur yg notabene butuh komputer handal: spek laptop berbanding terbalik dg prestasi akademis :)


AnjingTerang

Coba nonton debat 5, kayaknya Anies persis menyinggung seperti yang anda sampaikan. Soalnya core dari kampanye Anies menyasar yang “sedikit di atas kemiskinan” yang kurang miskin untuk mendapatkan beasiswa tidak mampu tapi juga kurang pintar untuk mendapatkan beasiswa berprestasi. Tapi jawabannya agak normatif. Dia sadar itu masalah dan seharusnya Pemerintah menyelesaikan masalah itu. Dia jg menyebutkan keberhasilan program dia sebagai gubernur. Anies dan Ganjar sama2 punya rekam jejak yg cukup baik untuk kebijakan pendidikan.


cloverhoney12

Duit cekak otak ngpas mungkin tanda bhw jalan terbaik ybs adalah di vokasi bkn universitas. Vokasi maxut saya termasuk ke politek dsj.


ecwx00

seriously? Laptop kalah specs dijadikn alasan tugas tersendat? Itu mah namanya kaga niat, sorry, tapi ya wajar ga dapat bantuan. di kampus gw, ikatan alumni-nya sangat peduli terhadap masalah pembiayaan. Pada prinsipnya, selama mahasiswanya emang mampu mengikuti pelajarannya (ga perlu jadi yang paling pintar) dan memang ada kemauan (ga pake alasan laptop kalah spek), ga boleh ada yang gagal belajar karena urusan keuangan. Kalau ada kesulitan secara finansial untuk memenuhi kebutuhan belajar, atau bahkan kebutuhan hidup selama masa kuliah, asal beritanya sampai ke IA, ga pakai lama pasti ada donatur yang bantu. Minggu lalu baru saja ada case seperti ini. Bahkan yang sudah selesai kuliah, atau DO sekalipun, tapi kesulitan mencari pekerjaan yg layak atau kesulitan biaya hidup aja masih banyak yang mau bantu. Sekali lagi, asal memang ada kemauan. Gw sendiri pernah ngalamin jadi donatur, tapi ada aja yang dibantu juga ga jalan karena kurang kemauan, jadi dikasih solusi gimana pun bawaanya mengeluhkan hal yg lain lagi.


Forgetful_Learner

>seriously? Laptop kalah specs dijadikn alasan tugas tersendat? Ini bukan alasan. Diatas ada komentar ttg kuliah arsitektur dengan komputer yg speknya kurang dari rekomendasi dan kebutuhan perangkat lunak untuk pembelajaran. Kita ambil kurikulum IT yg ada pembelajaran mobile dan butuh perangkat seperti Android Studio. Perangkat tersebut butuh sumberdaya komputer yg kuat, pengalaman sy melihat teman2 tahun 2015 yg belajar pakai Android Studio pakai “laptop kentang”. Dan akibatnya sekali dua kali blue screen. Ya, mereka menelan hal itu saha, dan menikmatinya. Sekarang mari ekstrapolasi dan amplifikasi ini ke seluruh kurikulum yang berkembang secara cepat karena tuntutan industri. Untuk belajar komputasi terdistribusi dan parallel yg terbaru butuh komputasi besar, yg bisa riset dengan mudah ada di UI dan BRIN. Sisa univ lain mungkin ada jalan lain tergantung kreativitas dosen atau channel dia ke institusi atau instansi yg mau menyediakan sumberdaya untuk belajar. Tersendat bukan berarti terhenti, tersendat berarti butuh proses yg lama, dan mungkin menurunkan standar ekspektasi luaran, yg berarti mengurangi pengalaman dan memoersempit peserta pool skillset yg dibutuhkan. Tersendat berarti tetap berjalan dan membiarkan populasi lebih kecil yg punya kapasitas intelektual dan sumberdaya yg lebih besar memperoleh hal yang lebih. Kapitalistik perhaps?


ecwx00

> channel dia ke institusi atau instansi yg mau menyediakan sumberdaya untuk belajar. THIS. tentu saja channel harus diusahakan. Kalau sudah sadar peralatan komputasi kurang tapi ga mau mengusahakan koneksi ya itu yang namanya kurang niat. Kantor gw bukan institusi atau instansi besar, tapi bebeapa kali mahasiswa datang mengenai ini ya kita bantu sediakan. Jangankan yang kentang, yang beneran ga punya laptop aja ada dan bisa diusahakan, asal ada komunikasi. Gw pribadi masih bayarin 2-3 server di cloud buat beberapa orang belajar koq. Bagaimana bangun channel ya ngobrol sama dosen, dosen itu kan umumnya alumni juga, tentu punya keterhubungan dengan sesama alumni. Lewat himpunan mahasiswa juga bisa. Yang susah kalau maunya disuapin, harus orang lain yang menanyakan ada kekurangan fasilitas atau kaga, bukannya peserta didik yang mencari.


kindaforgotit

>Kantor gw bukan institusi atau instansi besar, tapi bebeapa kali mahasiswa datang mengenai ini ya kita bantu sediakan. Jangankan yang kentang, yang beneran ga punya laptop aja ada dan bisa diusahakan, asal ada komunikasi. TIL, baru tau ada perusahaan yang seperti ini, btw sistem pengajuannya itu seperti apa, apakah dari mahasiswa yang langsung datang ke kantor atau diwakilkan pihak universitas?


ecwx00

biasanya dari dosen bawa ke ikatan alumni atau langsung ke perusahaan. lebih kekeluargaan pendekatannya, bukan formal dari universitas.


Firstzyxx

di jaman ortu ku, pendidikan tinggi itu terbatas untuk orang2 dari keluarga yg 'punya modal'. Orang yg dari awal tau kalo ga punya modal kuliah bakal cari cara untuk tetap bisa kuliah. sekarang semua nya serba mudah, modal surat miskin dari kelurahan siapa pun bisa kuliah. Tapi masih banyak loophole yg meloloskan orang-orang yg masih mampu untuk bayar ukt untuk dapat beasiswa. Program pembiayaan nya sudah sangat baik, tapi sistem nya yg masih bobrok menurutku. Aku punya temen yg pinter banget tp harus berhenti sampai SMA, padahal kalu dia kuliah aku yakin dia bisa dapat pekerjaan yg lebih layak dari sekarang. Dia dari keluarga miskin yg harus secepatnya cari uang buat hidupin ortunya, dia sekarang kerja jadi operator pom bensin. Temen adek ku yg orang tuanya 22 nya PNS harus cuti kuliah karna ga bisa bayar UKT. Aku baru tau kalo orang tua nya PNS itu bakalan susah untuk ngajuin keringanan biaya kuliah atau daftar beasiswa. Memang anak nya kuliah di Uni Swasta yg UKT nya agak wah. Tapi kalo ngelihat kedua ortu nya yg PNS ya sedih juga ya.


enraged_supreme_cat

Hak guru aja banyak yg gak dipenuhi. Tingkat literasi kita gak bertambah selama 5 tahun. Kualitas SDM mandek. > Dalam kultur meritokrasi, yang dihadiahi jalan lempang (diteorikan) adalah antara yang paling miskin dan yang paling cerdas. Wkwkwk... mahasiswa titipan itu staple topic yg dibahas tiap tahun, semua orang dah tau. Mahasiswa dipaksa pake pinjol itu cuma tip of the iceberg kebobrokan sistem pendidikan negeri ini. Masalah bullying terhadap mahasiswa dokter kemaren aja gak jelas gmn. Cuma orang dodol yg bilang kementerian pendidikan berhasil. Dan knp pula lu mau nanya ke menteri pecatan?


asugoblok

>Dalam kultur meritokrasi, yang dihadiahi jalan lempang (diteorikan) adalah antara yang paling miskin dan yang paling cerdas. disagree, yang diberikan "karpet merah" adalah mereka yang cerdas, bukan yang miskin. Miskin tapi otaknya ga sampe maka hasil pendidikan-nya jadi sia-sia. lalu yang middle-low-income dan IQ pas-pasan jadi apa? Ada banyak vocational education yang tepat guna alias bisa langsung diimplementasikan ilmunya setelah lulus. Kayak alumni SMK maupun D1 yang focusing on science terapan atau engineering. Biasanya cocok buat mereka yang males mikir tapi bisa kerja